POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN



Pendahuluan

Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum yang memuat ancaman pidana bagi yang melanggarnya. Dalam rangka mempertanggung jawabkan perbuatannya itu maka seorang tersangka atau terdakwa dalam serangkaian proses penyelesaian perkara pidana diperadilan pidana harus melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap pemeriksaan pendahuluan di Kepolisian.
2. Tahap penuntutan di Kejaksaan.
3. Tahap pemeriksaan persidangan di Pengadilan.
Mengenai proses pnyelesaian perkara pidana terhadap seorang tersangka atau terdakwa, Erni Widhayanti menyatakan : Dalam menghadapi sangkaan pelanggaran hukum pidana, tersangka atau terdakwa harus menghadapi “ raksasa “ penegak hukum mulai dari penyelidik, penuntut sampai dengan hakim dimuka pengadilan. Dengan tegak dan perkasa mereka menghadapi tersangka atau terdakwa secara sendirian, dengan membawa pasal - pasal undang - undang kaedah - kaedah hukum dan sebagainya yang sering tidak dipahami oleh tersangka atau terdakwa. Keadilan dalam dirinya mencakup unsur keseimbangan dari kedua belah pihak yang berhadapan. Maka produk keadilan dari proses keadilan hanya mungkin apabila keduabelah pihak seimbang dalam segala hal.
Pembela dan pengetahuan dan pengalaman hukumnya mendampingi tersangka atau terdakwa dalam memperoleh putusan yang adil. Dari uraian tersebut diatas diperoleh gambaran bahwa kedudukan dari tersangka atau terdakwa adalah lemah, mengingat karena terdakwa kebanyakan orang yang buta akan hukum. Agar kedudukannya itu seimbang diperlukan kehadiran seorang pembela atau penasihat hukum yang mengetahui tentang masalah – masalah dan peraturan – peraturan hukum.


Pembahasan 
Tentang penasehat hukum diatur didalam pasal 69 s/d 74 KUHAP, dan ketentuan dalam bab ini adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari azas atau hak – hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 35 s/d 38 Undang – Undang no. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Bantuan hukum ini sebanarnya merupakan salah satu perwujudan dari jaminan dan perlindungan hak azasi manusia khususnya pencari keadilan untuk mendapatkan perlakuan secara layak dari penegak hukum sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia yaitu dalam bentuk pembelaan terhadap perkara tersangka oleh penasehat hukumnya.
Bantuan hukum yang diberikan penasehat hukum terhadap tersangka atau terdakwa adalah pada saat dilakukannya penangkapan sampai pada saat dilakukannya pemeriksaan dipengadilan. Menurut Erni Widhayanti menyatakan bahwa :
“Pembelaan sebagai pemberi bantuan hukum berperan sebagai pengontrol agar keputusan yang dijatuhkan pada cliennya oleh hakim adil dan tidak memihak. Kepentingan/hak masyarakat/negara harus dijamin, tetapi kepentingan/hak individu tersangka/terdakwa tidak boleh dikorbankan. Hakim sebagai penengah antara dua kepentingan tersebut harus dapat memberikan putusan yang adil, memperhatikan tuntutan masyarakat/negara lewat penuntut umum dan pembela tersangka/terdakwa sendiri atau lewat pembelanya.”
Sesuai dengan sila kedua dari Pancasila, yaitu prikemanusiaan maka seorang tersangka atau terdakwa harus diperlakukannya sesuai dengan matabatnya sebagai manusia dan selama belum terbukti kesalahannya harus tidak dianggap bersalah, jaminan seperti inipun terdapat dalam pasal 36 UU No. 14 tahun 1970 yang berbunyi, dalam perkara pidana seorang tersangka terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan berhak menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.
Soerjono Soekanto, dalam bukunya yang berjudul Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis menyatakan bahwa : Didalam suatu artikel yang berjudul “ Legal aid : modern system and variation, Capelletti dan Gordley telah menyajikan suatu uraian mengenai beberapa sistem bantuan hukum, baik dari Eropa maupun Amerika. Mereka menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat dua model (sistem) bantuan hukum, yang dinamakan sebagai model Yuridis individual dan model kesejahteraan. Artinya, disuatu hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan - kepentingan individual, dan dilain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu negara kesejahteraan.
Adnan Buyung Nasution seorang tokoh dari Lembaga Bantuan Hukum dan bekas seorang lawyer, dalam bukunya yang berjudul “ Bantuan Hukum di Indonesia “ menyatakan bahwa : Di negara – negara berkembang perluasan bantuan hukum buat golongan miskin tidak semata - mata didasarkan pada motivasi perikemanusiaan belaka, melainkan harus bermotivasi politik.
Motivasi politik ini ditujukan membangun masyarakat agar supaya mengerti hak – haknya, terutama hak – hak hukumnya. Disamping mengerti hak – hak mereka juga harus didorong untuk mempunyai keberanian moral mempertahankan dan menuntut hak – hak tersebut. Memang sulit posisi dan kedudukan dari seorang pembela atau penasehat hukum dimana ia harus membela kepentingan tersangka atau terdakwa disamping itu ia harus mengemukakan kejadian atau fakta – fakta yang terjadi secara obyektif karena pertanggung jawaban yuridis.
Berdasarkan pada kenyataan – kenyataan tersebut diatas maka dapat diajukan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah pola pembelaan dari pembela atau penasehat hukum dalam memberikan bantuan hukum terhadap terdakwa dalam proses penyelesaian perkara pidana di peradilan pidana ?
Berbagai Pihak Yang Berhubungan dengan Peranan Penasihat Hukum Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kedudukan Tersangka Atau Terdakwa Dalam Pemeriksaan. Seorang tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan perbuatan pidana menurut hukum positif yang berlaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dalam rangka mempertanggung jawabkan perbuatannya itu, maka seorang tersangka atau terdakwa harus melalui proses pemeriksaan dalam dua tingkat, yaitu :
1. Pemeriksaan pendahuluan
Adalah pemeriksaan tahap awal terhadap seorang tersangka yang dilakukan oleh penyidik. Kedudukan dari seorang tersangka dalam pemeriksan pendahuluan menurut sistem H.I.R, adalah sebagai obyeknya yang harus diperiksa atau obyek pemeriksaan artinya sebagai barang yang harus diperiksa ujudnya berhubung dengan adanya suatu persangkaan. Berdasarkan KUHAP, maka kedudukan seorang tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan adalah sebagai subyek yang mempunyai hak – hak tertentu untuk melakukan pembelaan dirinya dengan dibantu oleh seorang penasihat hukum ( pasal 54 KUHAP ). Didalam KUHAP tidak mengenal adanya pemeriksaan lanjutan yang dilakukan oleh jaksa sebab jika ada kekurangan dalam pemeriksaan pendahuluan, maka untuk kelengkapan pemeriksaan tersebut jaksa selaku penuntut umum wajib menyerahkan kembali berkas perkara kepada penyidik dengan disertai petunjuk – petunjuk untuk dilengkpinya.
2. Pemeriksaan persidangan
Adalah pemeriksaan terhadap seorang terdakwa didepan sidang pengadilan, dimana hakim mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Pemeriksaan persidangan ini berarti serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana, berdasarkan pada azas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan. Pada persidangan ini terdakwa bebas memilih penasihat hukum untuk membantu terdakwa apabila hakim yang memeriksa menyalahi wewenang dan juga mengarah berat sebelah dengan penuntutan, sehingga akan merugikan hak azasi terdakwa dan terdakwa akan kehilangan hak azasinya. Peranan penasihat hukum membantu melancarkan persidangan dan berusaha sekuat dan segala kemampuannya untuk membantu meringankan penderitaan terdakwa dan kalau bisa membebaskan dari segala tuntutan jaksa. Menurut Martiman Prodjohamidjojo, SH, menyatakan : Dalam pemeriksaan persidangan yang dihadapi ialah sistem acusatoir, dimana terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum, sedangkan hakim berada diatas keduabelah pihak untuk menyelesaikan perkara pidana antara mereka menurut peraturan hukum pidana yang berlaku.
1. Acara Pemeriksaan Biasa.
Apabila pengadilan negeri berpendapat bahwa perkara yang diajukan kepadanya termasuk wewenangnya, maka ketua pengadilan negeri menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang bersangkutan menetapkan hari sidang, memeritahkan penuntut umum memanggil terdakwa dan saksi untuk datang dipersidangan dengan surat panggilan yang sah yang harus deterima yang bersangkutan selambat – lambatnya tiga hari sebelum sidang. ( pasal 145, pasal 146, pasal 152, UU, No.8 th 1981 ). Acara pemeriksaan biasa diatur dalam pasal 152 sampai dengan pasal 182 KUHAP, sebagai berikut : Acara pemeriksaan biasa dimulai dengan pembukaan sidang oleh hakim ketua sidang yang menyatakan sidang dibuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak - anak yang menurut undang – undang harus disidangkan secara tertutup. Yang lebih dahulu diperiksa dalam sidang pengadilan adalah terdakwa, lalu saksi korban, lalu saksi - saksi lain baik yang meringankan maupun yang memberatkan terdakwa. Penuntut umum dan penasihat hukum mendapat kesempatan bertanya juga.
Apabila dalam suatu perkara ada lebih seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, maka pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilakukan. Pada permulaan sidang, hakim ketua menanyakan identitas terdakwa secara lengkap dan mengingatkan agar terdakwa memperhatikan segala yang didengar dan dilihat dalam sidang. Kemudian hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan dan menanyakan kepada terdakwa apakah sudah mengerti tentang dakwaan itu. Apabila tidak mengerti, maka penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
Selanjutnya terdakwa atau penasihat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan dan kepada penuntut umum diberi kekuasaan untuk menanyakan pendapatnya. Atas keberatan tersebut hakim mempertimbangkan dan untuk selanjutnya mengambil keputusan. Apabila hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, dan apabila tidak diterima atau hakim berpendapat hat tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. Apabila penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan hakim tersebut, maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan. Terdakwa atau penasihat hukumnya dapat juga mengajukan perlawanan terhadap keputusan hakim tersebut kepada pengadila tinggi dan dalam waktu empat belas hari sejak diajukannya perlawanan tersebut apabila pengadilan tinggi menerimanya, maka dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu. Perlawanan terdakwa tersebut dapat diajukan bersama - sama dengan permintaan banding. Apabila pengadilan yang berwenang memeriksa perkara itu berkedudukan didaerah hukum pengadilan tinggi lain, maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang ditempat itu.

Penutup
Dari apa yang telah diuraikan di atas tentang pola pembelaan dalam memberikan bantuan hukum terhadap terdakwa dalam proses pemeriksaan dipengadilan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembelaan yang dilakukan oleh penasihat hukum dalam memberikan bantuan hukum terhadap tersangka atau terdakwa adalah pada saat diluar persidangan sampai selesainya persidangan.
2. Pembelaan yang dilakukan oleh penasihat hukum terhadap tersangka atau terdakwa untuk mencegah adanya penyalah gunaan wewenang dari aparat penegak hukum, untuk menghindarinya penasihat hukum dperlukan untuk mendampingi tersangka atau terdakwa dari tingkat penyidikan, penuntutan dan dalam pemeriksaan dipengadilan.
3. Dengan adanya penasihat hukum pada tingkat penyidikan sampai dengan pemeriksaan dipengadilan, hak - hak tersangka atau terdakwa akan terjamin dan terlindungi sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Melihat pentingnya pemberian bantuan hukum terhadap seorang tersangka atau terdakwa dalam serangkaian proses penyelesaian perkara pidana dari penasihat hukum maka penulis memberikan saran – saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya dalam setiap pemeriksaan penasihat hukum selalu dihadirkan untuk mendampingi tersangka atau terdakwa baik ditingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dipengadilan.
2. Sebaiknya dalam pemeriksaan hak – hak tersangka perlu diperhatikan terutama dalam tingkat penyidikan.
3. Sebaiknya penasihat hukum dalam memberikan bantuan hukum jangan mengutamakan honorarium, sehingga tersangka atau terdakwa dapat memperoleh bantuan hukum yang layak.
4. Sebaiknya setiap orang yang melakukan tindak pidana diperlakukan sama, tidak pandang bulu baik pejabat ataupun rakyat jelata.
5. Hakim sebagai titik sentral untuk menentukan putusan terhadap terdakwa hendaknya dalam menentukan putusan tersebut bersifat obyektif dan tidak memihak.
6. Hendaknya didalam proses penegakan hukum diindonesia adalah tidak hanya menjadi tanggungjawab dari aparat penegak hukum saja akan tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama baik warga masyarakat meupun pemerintah


Disusun oleh Christian Pieter S
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

Comments