Rahasia Bank dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998
Rahasia Bank dalam
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Bank adalah
bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era
globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan
dan system pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu
bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari
Negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat.
Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik
bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan
global.
Kepentingan
masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting,
lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat
rantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang
lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem
keuangan dan system pembayaran dari negara yang bersangkutan. Hal ini adalah
seperti yang pernah terjadi ditahun 1929-1933 ketika kurang lebih 9000 bank di
Amerika Serikat, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada pada
waktu itu gulung tikar.
Bank adalah
suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan
dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh
karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang
telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat
yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system
pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari
sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan
unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat
kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.
Ada beberapa
faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:
·
Integritas pengurus
·
Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa
pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis
perbankan
·
Kesehatan bank yang bersangkutan
·
Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan
kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan
pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya
adalah dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya
pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah, identitas nasabah
tersebut kepada pihak lain. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank
itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank.
Rahasia bank
akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar
hanya sebagai kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi
ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban
kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena
kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi.
Hal itulah
yang telah melandasi ditetapkannya ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang
No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana kemudian telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 sebagai tindak pidana bagi pelanggarannya.
Pasal-pasal yang mengatur rahasia bank dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
ialah Pasal 40, 41, 41A, 42, 42A, 43, 44, 44A, 45, 47, 47A, 50, 50A, 51, 52 dan
53.
Berdasarkan hal yang
diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa rahasia bank merupakan hal yang cukup
penting dalam kegiatan perbankan. Oleh sebab itu, makalah ini disusun dengan
judul Rahasia Bank dalam Undang – Undang
Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998.
B.
Perumusan
Masalah
Setelah penulis mengungkapkan hal-hal di atas, maka
penulis berkeinginan untuk meneliti, mempelajari serta membahas tentang Rahasia
Bank Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – Undang Nomor
10 Tahun 1998. Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
perbedaan ruang lingkup rahasia perbankan menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1992 dan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan dampak positif ?
2. Apa
terobosan terhadap rahasia bank ?
3. Siapa
saja pihak pihak yang wajib merahasiakan rahasia perbankan ?
C. Tujuan Penulisan
Suatu
penulisan yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin
diperoleh dari hasil penulisan. Dalam merumuskan tujuan penulisan, penulis
berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui perbedaan ruang lingkup rahasia perbankan menurut Undang
– Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan dampak
positif yang ditimbulkan oleh tersebut.
2. Untuk
mengetahui terobosan apa saja yang ditimbulkan oleh adanya Undang – Undang
nomor 10 tahun 1998
3. Untuk
mengetahui pihak – pihak yang wajib merahasiakan rahasia bank.
PEMBAHASAN
Undang
Undang No. 10 Tahun 1998 (UUP/98) apabila dibandingkan dengan Undang-undang No.
7 Tahun 1992 (UUP/1992) yang menyebutkan bahwa perubahan ketentuan rahasia bank
meliputi pengertian dan obyek rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan
kepentingan yang dapat mengecualikan ketentuan rahasia bank, pengalihan
instansi yang berwenang memberi perintah atau izin pengecualian, dan ketentuan
pidana berkenaan dengan rahasia bank. Pembahasan berikut ini mencoba
menjelaskan satu persatu dari perubahan-perubahan tersebut. Berangkat dari
dasar pemikiran ini dapat dijabarkan apa saja perbedaan rahasia bank menurut Undang
– Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998.
1.
Perbedaan
ruang lingkup rahasia perbankan menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan dampak positif perubahan Undang Undang
tersebut
Undang
Undang Nomor 7 Tahun 1992 memberi pengertian atas rahasia bank sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank
yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Berkenaan dengan pengertian
tersebut, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 menjelaskan
bahwa yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan adalah seluruh
data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan
usahanya. Dengan demikian pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan Undang
Undang Nomor 7 Tahun 1992 sangat luas, baik menyangkut obyek maupun kedudukan
nasabahnya. Hal ini berbeda dengan pengertian yang dianut Undang
Nomor 10 tahun 1998, yang mengartikan rahasia bank sebagai segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpanannya memang tidak ada penjelasannya secara rinci, namun
pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan Undang Nomor 10 tahun
1998 secara
tegas membatasi kedudukan nasabah yang wajib dirahasiakan keterangannya, yakni
hanya Nasabah Penyimpan. Dalam penjelasan Pasal 40 ditegaskan, nasabah bank
adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank
wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai
Nasabah Penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah
Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan.
Berkaitan dengan lingkup
yang wajib dirahasiakan berkenaan dengan berlakunya ketentuan rahasia bank
ialah apakah indentititas nasabah bank harus pula dirahasiakan oleh bank.
Dari rumusan Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, secara
eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah tidak hanya menyangkut
simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki
simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, “Nasabah Penyimpan”
disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”. Nampaknya dalam pikiran
pembuat Undang-Undang, justru identitas Nasabah Penyimpannya lebih penting
daripada Simpanannya. Atau mungkin pula dalam pikiran pembuat
Undang-Undang, “Nasabah Penyimpan” sengaja disebut lebih dahulu daripada
“Simpanannya”, untuk menekankan bahwa merahasiakan identitas
Nasabah Penyimpannya sama pentingnya dengan merahasiakan Simpanannya.
Dampak positif yang
diberikan dengan adanya perubahan ruang lingkup rahasia perbankan adalah
memberikan batasan yang lebih sempit dan lebih spesifik mengenai hal hal apa
saja yang harus dirahasiakan bank. Hal ini membuat kita sebagai nasabah tetap
merasa aman dan kita sebagai masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui dan
memantau kondisi suatu bank diluar kaitannya dengan rahasia bank.
2.
Terobosan
Terhadap Rahasia Bank
Sebagaimana
menjadi ketetapan dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang
Nomor 10 tahun 1998 juga memberi pengecualian kepada pihak-pihak serta
untuk kepentingan tertentu mendapatkan keterangan yang wajib dirahasiakan
mengenai nasabah bank. Bahkan Undang Nomor 10 tahun 1998 memperluas
pihak dan kepentingan tersebut, sehingga secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
·
bagi pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;
·
bagi pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (BUPLN/PUPN) untuk penyelesaian piutang
bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN;
·
bagi polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan
peradilan dalam perkara pidana;
·
bagi pengadilan dalam perkara perdata antara bank
dengan nasabahnya;
·
bagi bank lain dalam rangka tukar menukar informasi
antar bank;
·
bagi pihak lain yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan
atas permintaan, persetujuan atau kuasa Nasabah Penyimpan;
·
bagi ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan dalam
hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia.
Disamping
tujuh pihak tersebut di atas, masih terdapat pihak-pihak lain yang dapat
dikecualikan dari ketentuan rahasia bank, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Akuntan Publik, dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
Bagi
pengecualian sebagaimana disebutkan di atas perlu dipenuhi syarat-syarat dan
prosedur tertentu bilamana pihak-pihak ingin mendapatkan keterangan yang wajib
dirahasiakan. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 menetapkan
bahwa perintah atau izin tertulis bagi pengecualian ada pada Menteri Keuangan,
sedangkan Undang Nomor 10 tahun 1998 yang mempunyai semangat kemandirian
Bank Indonesia, telah menetapkan bahwa perintah tertulis atau izin pengecualian
tersebut ada pada Pimpinan Bank Indonesia. Menurut Pasal 1 butir 21 jo butir 20
Undang
Nomor 10 tahun 1998, yang dimaksud Pimpinan Bank Indonesia adalah
pimpinan Bank Sentral Republik Indonesia. Sedangkan dalam perkara perdata yang
terjadi antara bank dengan nasabahnya, serta dalam rangka tukar menukar
informasi antar bank, tidak ada perbedaan antara Undang Undang Nomor 7
Tahun 1992 dengan UUP/1998, dimana keduanya mengizinkan direksi bank untuk
menginformasikan keterangan mengenai nasabahnya.
Di samping
memperberat ancaman pidana perbuatan yang telah dikenal dalam Undang
Undang Nomor 7 Tahun 1992, yakni perbuatan yang dengan sengaja memaksa bank
atau pihak terafiliasi memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan tanpa
membawa perintah tertulis atau izin; dan perbuatan yang dengan sengaja
memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan, Undang Nomor 10 tahun
1998 menambah
satu jenis perbuatan pidana baru yang tidak dikenal dalam Undang
Undang Nomor 7 Tahun 1992. Yakni perbuatan pidana yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A
dan Pasal 44A. Dengan adanya ketentuan ini berarti bank dan pihak terafiliasi
bukan saja bertanggung jawab untuk tidak mengungkapkan rahasia bank kepada
pihak-pihak yang tidak berwenang, melainkan juga bertanggung jawab untuk
memberikan keterangan mengenai rahasia bank bilamana telah dipenuhi syarat-syarat
dan prosedur pengecualian sebagaimana diatur Undang Nomor 10 tahun
1998.
3.
Pihak
– pihak yang wajib merahasiakan rahasia bank
Baik
menurut Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 maupun Undang – Undang Nomor 10 Tahun
1998 , mengatur hal yang sama mengenai pihak – pihak yang wajib merahasiakan
rahasia bank. Adapun pihak – pihak tersebut adalah :
a. Anggota
Dewan Komisaris Bank
b. Anggota
Direksi Bank
c. Pegawai
Bank
d. Pihak
terafiliasi lainnya dari Bank
Adapun Menurut penjelasan
pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah “semua pejabat dan
karyawan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank menurut pasal
tersebut terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang
menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses
atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan
simpanannya, seperti: pramubakti, satpam, pengemudi, pegawai di unit yang
mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi.
Sedangkan yang dimaksud
pihak terafiliasi lainnya dari Bank Sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 ayat
(22) Undang-undang no.10/1998 adalah :
-
anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola
atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank
-
anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau
kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
-
pihak yang memberikan jasanya kepada bank,
antara lain: akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya
pihak
yang menurut penilaian Bank Indonesia, turut serta mempengaruhi pengelolaan
bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga
pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Ketentuan
mengenai ruang lingkup rahasia bank diatur lebih spesifik dan lebih sempit pada
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 dibandingkan dengan Undang – Undang nomor 7
Tahun 1992
2. Ketentuan
yang terdapat pada Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 telah memberi terobosan
yang berdampak positif terhadap perkembangan sistem perbankan yang ada di
indonesia walaupun masi ada dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh
keberadaan Undang Undang Perbankan ini.
3. Adanya
pengecualian dalam terobosan yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 10 tahun
1998 menjadi sebuah tolak ukur makin sempitnya ruang untuk kejahatan perbankan
maupun kejahatan yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan perbankan
B.
Saran
1. Diharapkan
adanya rahasia bank tidak menimbulkan kecurangan dalam diri para nasabah untuk
menyimpan dana – dana “gelap” ,melainkan untuk menimbulkan rasa aman dan rasa
percaya terhadap bank.
2. Diharapkan
dengan adanya rahasia bank, oknum oknum yang menjadi penegak hukum dalam sistem
perbankan tidak memanfaatkan celah bagi mereka yang diberi keleluasaan
kewenagan untuk melakukan kejahatan di bidang perbankan, melainkan
memanfaatkannya sebaik mungkin demi kepentingan bersama mengingat besarnya
peranan penegakan hukum yang diatur dalam Undang Nomor 10 tahun 1998.
DAFTAR
PUSTAKA
- Undang
– Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
-
Undang
– Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan terhadap Undang – Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan
-
Rita
Susanti, S.H, 2003,Pelaksanaan Peraturan Rahasia Bank menurut Undang Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan terhadap Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, Tesis Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang.
-
www.wikipedia.com
Comments
Post a Comment